Di tengah gencarnya pemberitaan yang menyudutkan
Bitcoin, angin segar justru datang dari suara pesantren. Ya, bulan Februari
yang lalu, para ulama dan santri aktifis Bahsul Masail mendiskusikan hukum
Bitcoin dalam acara Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur di PP. Sunan Bejagung
Semanding Tuban. Acara yang berlangsung Sabtu hingga Minggu (11-12 Februari
2018) itu membahas banyak hal. Persoalan hukum Bitcoin menjadi soal nomor 2
dalam pembahasan materi kekinian (waqi’iyyah). Lalu bagaimana hasil dan
penjelasannya ?
Tidak hanya itu, suara positif pun datang dari MUI
sebagai salah satu acuan umat Islam Indonesia. Lebih lengkapnya hukum Bitcoin
menurut hasil Bahsul Masail PWNU Jawa Timur dan pendapat MUI diulas berikut
ini.
Bitcoin Sama Dengan Utang-piutang
Dalam hasil Bahsul Masail PWNU Jawa Timur, menjawab
pertanyaan boleh tidaknya transaksi menggunakan Bitcoin, keputusan bersama
menjawab boleh dengan catatan tersendiri. Dikatakan bahwa secara fiqh, Bitcoin
tergolong harta virtual yang serupa dain (utang-piutang). Hal itu
menimbang bahwa dalam nominal Bitcoin ada nilai kandungan harga yang bisa
digunakan untuk ber-muamalah.
Selain itu, karena Bitcoin merupakan aset untuk
investasi dan jual beli, maka statusnya dikiyaskan dengan harta perdagangan.
Sehingga Bitcoin pun wajib dizakati ketika telah mencapai nishabnya.
Namun demikian, Bitcoin sebagai aset tetap kurang
aman. Hal ini karena dari pemerintah belum mengatur regulasi Bitcoin. Sehingga
tanggung jawab dan risiko dari investasi Bitcoin sepenuhnya menjadi beban
masing-masing pelaku.
Jawaban tersebut diulas dalam situs resmi NU dengan mencantumkan
referensi tambahan dari kitab Al-Mathba’ah Al-‘Amirah As-Syarafiyyah bi
Mishra Al-Mahmiyyah juz IV, halaman 29-30, karya At-Tarmasy.
Soal Jual Beli Bitcoin
Pada sub soal b dari pertanyaan tentang Bitcoin
ditanyakan “Bagaimana hukum menjual Bitcoin dalam pasar global yang bisa saja
untung atau rugi tanpa diketahui secara pasti ?”
Jawabanya adalah boleh. Alasannya masih terkait dengan
jawaban pertama di mana Bitcoin merupakan aset yang sah diperjualbelikan. Hanya
saja, jika akhirnya pemerintah memandang perlu untuk melarang Bitcoin, maka
rakyat harus tunduk dan patuh. Meskipun terlarang oleh pemerintah, hukum sahnya
jual beli Bitcoin tidak terpengaruh, tetap sah. Jawaban ini mengambil referensi
pada kitab Bughyatul Mustarsyidin dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu.
Bahsul Masail yang memang digelar rutin oleh Nahdlatul
Ulama tersebut dibawah pengawasan para ulama sepuh NU. Sebagai mushahih
(pengesah) adalah KH. Yasin Asymuni, KH. Athoillah Anwar, KH. Muhibbul Aman,
KH. Farihin Muhsan, dan KH. Mahrus Maryani. Sementara di posisi perumus ada KH.
Asyhar Shofwan, KH. M. Anas, K. Anang Darunnajah. Sebagai notulen adalah KH. M.
Ali Maghfur Syadzili, sedangkan moderator diskusi oleh KH. Ali Romzi dan KH.
Syihabuddin Sholeh.
MUI: Asal Tak Merugikan, Bitcoin Sah Saja
Sementara itu dikutip dari Republika, Ketua Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyampaikan bahwa semala Bticoin tidak
merugikan masyarakat, maka sah-sah saja digunakan. Meskipun penryataan tersebut
masih sekedar paparan dan belum merupakan fatwa resmi, setidaknya suda memberi
gambaran nilai positif untuk Bitcoin.
Setelah membaca ulasan terkait hukum Bitcoin sebagai
investasi maupun alat pembayaran dan transaksi di atas, semoga Anda semakin
mantap dalam berbisnis investasi. Semoga bemanfaat.
1 komentar
ayo bergabung dengan Bolavita banyak bonus2 paling menarik adu ayam pisau
Replydan tanpa ribet syarat cuma depo dan langsung di berikan
Proses depo wd secepat kilat buktikan sendiri ^^
info lebih lanjut:
WA: +628122222995
EmoticonEmoticon