Search Googling

Rabu, 13 Desember 2017

Bitcoin: Lebih Cocok Sebagai Uang atau Aset Investasi ?

Pada awal kemunculannya, Bitcoin memang digagas sebagai alat pembayaran alternatif yang lebih aman, cepat dan tanpa pihak ketiga. Namun seiring waktu harga Bitcoin mulai tidak stabil, cenderung naik dan naik. Namun kondisi ini juga mengundang perdebatan apakah sebenarnya Bitcoin lebih cocok sebagai uang atau kah aset investasi ? Mari kita ulas.

Apakah Bitcoin Memnuhi Syarat Sebagai Uang/Alat Tukar ?

Dari segi definisi, menurut situs uangindonesia.com, uang adalah Sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya bahkan untuk pembayaran hutang.

Selain definisi di atas, dijelaskan pula bahwa salah satu syarat benda bisa menjadi uang adalah cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value). Sampai disinilah kita yang semula menganggap Bitcoin bisa menjadi uang alternatif harus berpikir ulang, apakah Bitcoin memenuhi syarat ini ?

Harga Bitcoin yang cenderung tak menentu bahkan terus beranjak naik, rencana pembatasan jumlah Bitcoin yang konon akan dibatasi, semakin membuktikan bahwa memang Bitcoin bukanlah uang dalam arti sebagai alat tukar.

Beda Bitcoin Sebagai Mata Uang Virtual Dengan Uang Elektronik

Dalam sisi bentuk fisik benda/uang yang sama-sama tidak nyata, Bitcoin tetap berbeda dengan uang elektronik. Sebagian kita mungkin mulai terbiasa melakukan transaksi dengan uang elektronik seperti Sakuku oleh BCA, Mandiri eCash, dan Rekening Ponsel CIMB Niaga.

Namun dalam hal ini Bitcoin dan sejenisnya bukan tergolong uang elektronik melainkan uang virtual. Beda antara uang elektronik dan uang virtual menurut CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan, seperti dilansir Finance.Detik, (11/9/2017) uang elektronik memiliki server pusat dan ada perusahaan dan penerbit yang bertanggung jawab. Sedangkan Bitcoin disebut uang virtual karena tak memiliki server pusat. Sistem mata uang virtual terekam secara berantai (blockchain) dan tercatat di semua perangkat penggunanya.

Karena itulah e-money bisa diterima karena tak lebih harganya sama dengan uang fisik. Sehingga harganya pun cenderung stabil, oleh karenanya memenuhi syarat untuk dijadikan alat tukar.

Melambungnya Harga Bitcoin Berpengaruh Pada Biaya Transfer

Persoalan selanjutnya yang dihadapi Bitcoin untuk menjadi uang dalam arti alat pembayaran adalah mahalnya biaya atau fee yang harus dikeluarkan untuk transfer. Hal ini seiring dengan meningkatnya ukuran file transaksi dan naiknya nilai Bitcoin, yang artinya naik pula biaya transfer. Keunggulan Bitcoin dalam hal transfer murah dan cepat kini tak bisa didapatkan lagi.

Contoh ketika Anda membeli produk seharga $2, maka fee yang harus dibayarkan dan direkomendasikan adalah $5, yang mana dengan fee tersebut waktu untuk konfirmasi sampai 2000 menit. Lihat contoh bukti transaksinya disini. (https://blockchain.info/tx/1a86a0d6bcd97894831d961a7ff890cd9514ca654d74624c1c3686508f36826d)

Hal ini membuktikan bahwa kini Bitcoin sudah sejenis dengan emas. Tidak mungkin bagi Anda untuk datang ke toko berbelanja lalu membawa emas batangan sebagai alat tukarnya. Akan ada proses dan biaya yang justru jumlahnya lebih besar daripada harga barang yang Anda beli.


Kesimpulannya, Bitcoin kini sudah tidak relevan lagi untuk menjadi alat tukar atau pembayaran karena harganya yang kian melambung mengakibatkan fee untuk proses transfer menjadi mahal. Bitcoin lebih cocok menjadi aset investasi digital. Terlebih dengan penolakan daro otoritas beberapa negara untuk menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran. 

2 komentar

17 Desember 2017 pukul 04.29 Delete comments

Lebih mirip saham si kalo bitcoin itu, mending ecash aja enak itungannya investasi

Reply
avatar
19 Desember 2017 pukul 06.06 Delete comments

kalau bitcoin lebih cocok disebut aset digital

Reply
avatar